Bayu Permana Soroti Lemahnya Aturan di Kawasan Enklave TNGHS

BERITA, DPRD51 views

MY-24JAM.com – Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menyoroti maraknya praktik penebangan liar di Blok Cangkuang, kawasan yang masuk wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kecamatan Cidahu. Menurutnya, persoalan tersebut muncul akibat lemahnya aturan yang mengikat larangan penebangan di lokasi tersebut.

Bayu menjelaskan, area yang dimaksud merupakan areal enklave, yakni wilayah yang secara administratif masuk dalam peta kawasan kehutanan, namun secara hukum belum memiliki status jelas sebagai kawasan konservasi.

“Di areal enklave itu memang belum ada aturan yang secara tegas melarang aktivitas eksplorasi, sehingga dimungkinkan untuk dibuka untuk kegiatan seperti pertanian maupun pariwisata,” kata Bayu, Jumat (1/8/2025).

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa Blok Cangkuang memiliki fungsi ekologis penting. Letaknya yang berada di hamparan lereng Gunung Salak dinilai memiliki nilai konservasi tinggi karena termasuk dalam satu ekosistem yang saling terhubung.

“Oleh karena itu, meskipun berada di luar kawasan resmi taman nasional, seharusnya wilayah enklave ini tetap dijadikan kawasan lindung atau konservasi, termasuk dalam bentuk perlindungan daerah setempat atau kearifan lokal,” ujarnya.

Bayu menilai, kondisi ini menjadi alasan mendesak bagi Kabupaten Sukabumi untuk segera memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pelestarian pengetahuan tradisional dalam perlindungan kawasan sumber air. Regulasi tersebut dinilai penting guna menjaga wilayah-wilayah yang secara administratif berada di luar taman nasional namun memiliki peran vital bagi ekosistem.

Ia menambahkan, landasan hukum untuk hal tersebut sudah tersedia melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Beleid tersebut membuka peluang bagi penetapan kawasan konservasi di luar taman nasional.

“Kawasan enklave di Blok Cangkuang ini bisa ditetapkan sebagai daerah perlindungan kearifan lokal, atau kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Tentu ini perlu respons cepat dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah desa, pemerintah daerah hingga pengelola taman nasional,” tegasnya.

Bayu mengingatkan, meski status lahan tersebut masih enklave, perannya sebagai wilayah konservasi dan pelindung ekologis tetap harus dijaga demi keberlanjutan lingkungan serta memitigasi risiko bencana di masa mendatang.

Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed